Hukum Bersalaman
Setelah Shalat
Di Masjid – masjid sering
kali kita menjumpai adat istiadat yang sudah lama di pelihara, yakni salaman.
Salaman sendiri bagi yang kurang mengetahui artinya adalah berjabatan tangan, sekarang ngerti kan?
Selain untuk saling bersilaturahmi juga untuk mempererat tali persaudaraan.Tapi
apakah ini adalah warisan Rasulullah atau sekedar adat istiadat yang berkembang
di Indonesia? Oke kita simak aja yuk dalil dalilnya.
Fatwa
tentang bersalaman
Salah satu imam besar Syaikh Muhammad
bin Shalih Al Utsaimin ketika ditanya mengenai hal ini, beliau menjawab:
“salam-salaman yang demikian (rutin setelah shalat) tidak kami ketahui asalnya
dari As Sunnah atau pun dari praktek para sahabat Nabi radhiallahu’anhum.
Namun seseorang jika bersalaman setelah shalat bukan dalam rangka menganggap
hal itu disyariatkan (setelah shalat), yaitu dalam rangka mempererat
persaudaraan atau
menumbuhkan rasa cinta, maka saya harap itu tidak mengapa. Karena memang orang-orang sudah biasa bersalaman untuk tujuan itu. Adapun melakukannya karena
anggapan bahwa hal itu dianjurkan (setelah shalat) maka
hendaknya tidak dilakukan, dan tidak boleh dilakukan sampai terdapat dalil yang
mengesahkan bahwa hal itu sunnah. Dan saya tidak mengetahui bahwa hal itu disunnahkan”
(Majmu’ Fatawa War Rasa-il, jilid 3, dinukil dari http://ar.islamway.net/fatwa/18117).menumbuhkan rasa cinta, maka saya harap itu tidak mengapa. Karena memang orang-orang sudah biasa bersalaman untuk tujuan itu. Adapun melakukannya karena
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz
menyatakan: “pada asalnya bersalam-salaman itu disyariatkan ketika bertemu
antar sesama muslim. Dan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam biasa
menyalami para sahabat nya jika bertemu dan para sahabat juga jika saling
bertemu mereka bersalaman.
Bahkan Anas bin Malik
radhiallahu’anhu dan Asy Sya’bi mengatakan:
كان أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم إذا تلاقوا تصافحوا وإذا قدموا من سفر تعانقوا
“para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam jika saling bertemu mereka bersalaman, dan jika mereka datang dari safar mereka saling berpelukan”
Dan terdapat hadits shahih
dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bahwa
beliau bersabda:
ما من مسلمين يتلاقيان فيتصافحان إلا تحاتت عنهما ذنوبهما كما يتحات عن الشجرة ورقها
“Tidaklah dua orang muslim yang bertemu lalu berjabat tangan, melainkan berguguranlah dosa-dosanya sebagaimana gugurnya daun dari pohon”
Maka dianjurkan bersalam-salaman
ketika bertemu di masjid atau di dalam shaf. Jikalau belum sempat bersalaman sebelum shalat,
hendaknya kita bersalam setelahnya. Salah satu hikmah bersalaman sepeti yang
sudah ane jelaskan di atas yaitu mempererat tali persaudaraan dan menumbuhkan
rasa cinta sesama muslim (Bukan untuk ikhwan dan akhwat). Namun, jika
belum sempat bersalaman sebelum shalat, untuk bersalaman setelah shalat
yaitu setelah membaca dzikir-dzikir setelah shalat (yang disyariatkan) bukan
saat setelah salam. Dan tidak boleh juga di jadikan ritual, karna hal ini tidak
ada di jaman Rasulullah dan para sahabat.
Adapun yang dilakukan kebanyakan
orang yang segera bersalam-salaman setelah selesai shalat fardhu yaitu setelah
salam yang kedua, maka saya tidak mengetahui asal dari perbuatan ini. Karena
yang disyariatkan bagi orang yang shalat dalam kondisi ini adalah segera
membaca dzikir-dzikir sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam setiap selesai shalat fardhu.
Adapun shalat sunnah, juga disyariatkan
untuk bersalaman setelah salam, jika memang belum sempat bersalam ketika
sebelum shalat. Jika sudah salaman sebelum shalat maka sudah cukup (tidak perlu
salaman lagi).”
Sebagian
Ulama Membolehkan?
Sudah di ketahui memang sebagian
ulama memperbolehkan bersalaman setelah shalat, Dalil yang di maksud disini
adalah Hadist shahih yang berasal dari Rasulullah SAW. Jika tidak ada di dalam
Al- Qur’an dan hadist maka saat itu lah menjadi ijma para ulama.
Bahkam Para ulama berkata:
أقوال أهل العلم فيحتج لها ولا يحتج بها
“Pendapat para ulama itu butuh dalil dan ia bukanlah dalil”
Yang di maksud hal di atas adalah
perkataan para ulama belum tentu benar karna ulama pun terkadang berbeda
pendapatmterkadang para ulama pun khilaf saat memberi fatwa. Tetapi jika memang
fatwa ulama tidak menyimpang dari koridor aturan agama, maka kita wajib untuk
mengikutinya.
Imam Asy Syafi’i berkata:
أجمع الناس على أن من استبانت له سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم لم يكن له أن يدعها لقول أحد من الناس
“Para ulama bersepakat bahwa jika seseorang sudah dijelaskan padanya sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak boleh ia meninggalkan sunnah demi membela pendapat siapapun” (Diriwayatkan oleh Ibnul Qayyim dalam Al I’lam 2/361. Dinukil dari Ashl Sifah Shalatin Nabi, 28 )
Dan dalam menyikapi
pendapat-pendapat para ulama yang berbeda, kita wajib kembali pada Al Qur’an
dan As Sunnah.
Allah Ta’ala berfirman:
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa: 59).
Diantara ulama yang membolehkan hal
ini adalah Imam An Nawawi rahimahullah, beliau berkata, “ketahuilah
bahwa bersalam-salam adalah sunnah dalam setiap kali pertemuan. Dan apa yang
dibiasakan orang setelah shalat subuh dan shalat ashar itu tidak ada asalnya
dari syariat, dari satu sisi. Namun perbuatan ini tidak mengapa dilakukan.
Karena asalnya bersalam-salaman itu sunnah dan keadaan mereka yang merutinkan
salam-salaman pada sebagian waktu dan menambahnya pada kesempatan-kesempatan
tertentu, ini tidak keluar dari hukum sunnahnya bersalam-salaman yang disyariatkan
secara asalnya. Ia merupakan bid’ah mubahah” (dinukil dari Mirqatul
Mafatih, 7/2963).
Al Mula Ali Al Qari rahimahullah (wafat
1014H ) menjawab pendapat An Nawawi ini, “tidak ragu lagi bahwa perkataan Al
Imam An Nawawi ini mengandung unsur-unsur yang saling bertentangan. Karena
melakukan sunnah pada sebagian waktu tidak dinamakan bid’ah. Sedangkan
kebiasaan orang-orang melakukan salam-salaman pada dua waktu yang disebutkan
(setelah subuh dan ashar) bukanlah dalam bentuk yang disunnahkan oleh
syariat. Oleh karena itu sebagian ulama kita telah menegaskan bahwa perbuatan
ini makruh jika dilukan pada waktu tersebut. Untuk lebih jelas, jika seseorang
masuk masjid dan orang-orang sudah shalat atau sudah akan segera dimulai, maka
setelah shalat selesai andaikan mau bersalaman itu dibolehkan. Namun dengan
syarat, memberikan salam terlebih dahulu sebelum salaman. Maka yang seperti ini
barulah termasuk bentuk salaman yang disunnahkan tanpa keraguan” (Mirqatul
Mafatih, 7/2963).
Jika
Ada Yang Menyodorkan Tangan Untuk Salaman Setelah Shalat
Sudah di jelaskan bahwa,seharusnya
kita meninggalkan perbuatan yang ragu – ragu bahkan tidak ada dalil yag
menjelaskannya. Namun, terkadang ada saja jamaah yang tiba-tiba menyodorkan
tangan untuk bersalaman,maka sudah seharusnya kita menghormatinya dengan cara
bersalaman denggannya dan tidak mendiamkannya. Al Mula Ali Al Qari rahimahullah berkata,
“walaupun demikian, jika seorang ada Muslim menyodorkan tangannya untuk
bersalaman (setelah shalat), maka jangan ditolak dengan menarik tangan. Karena
hal ini akan menimbulkan gangguan yang lebih besar dari pada maslahah menjalankan
adab (sunnah). Intinya, orang yang memulai salaman dengan anggapan itu
disyariatkan, baginya makruh, namun tidak makruh bagi yang terpaksa menerima
salamnya. Walaupun yang demikian ini terkadang ada unsur tolong-menolong dalam
perkara bid’ah, wallahu a’lam.” (Mirqatul Mafatih,
7/2963).
Penjelasan di atas sudah semestinya
menjadikan rujukan kita untuk saling menasehati bagi yang belum mengetahui,
kita coba nasehati dengan pelan-pelan agar tak menyinggung perasaannya.Jika
belum berhasil maka bersabarlah.
Dari Berbagai Sumber
0 komentar:
Post a Comment